Makalah: Memimpin Perubahan Dalam Organisasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan lingkungan yang sangat cepat dan persaingan bisnis yang semakin ketat menyebabkan organisasi dalam hal ini perusahaan harus senantiasa berubah selaras dengan perubahan lingkungan. Tuntutan untuk perubahan tersebut saat ini merupakan sebuah kewajiban bagi perusahaan (Metcalfe, 2005) agar perusahaan dapat bertahan di dunia bisnis yang semakin kompetitif. Mengingat pentingnya perubahan, perusahaan harus merubah cara mereka berfikir tentang suatu bisnis, tidak bisa lagi mengandalkan apa yang telah diraih, tetapi bagaimana mencari peluang untuk mengembangkan bisnis menjadi lebih baik lagi (Cummings & Worley, 2003). Perubahan itu sendiri didefinisikan sebagai sebuah transformasi yang terencana atau tidak terencana pada struktur organisasi, teknologi dan orang-orang yang dalam organisasi tersebut (Greenberg, 2003). Untuk meningkatkan performance, perusahaan harus melakukan perubahan yang terencana. Pada dasarnya perubahan terencana dalam sebuah organisasi dipimpin oleh pimpinan puncak dalam organisasi, tetapi seluruh anggota dalam organisasi dapat mengambil peran dan inisiatif yang diperlukan untuk memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuannya demi kesuksesan proses perubahan dalam organisasi (Yukl, 2002). Dengan demikian, pemimpin harus dapat memotivasi para anggotanya untuk terus berubah. Kepemimpinan yang efektif diperlukan untuk memfasilitasi proses adaptasi dalam melakukan perubahan dalam organisasi. Peran pemimpin dalam proses perubahan dapat dikatakan sebagai sumber kesuksesan proses perubahan karena arah dan tujuan perubahan biasanya ditentukan oleh pemimpin untuk kemudian dilaksanakan oleh seluruh anggota organisasi. Fungsi strategis kepemimpinan adalah mempengaruhi budaya organisasi, mengembangkan visi, melaksanakan perubahan, dan memotivasi para karywannya untuk terus belajar dan berinovasi (Yukl, 2002).

1.2. Rumusan Masalah
  • Bagaimana peran pemimpin dalam perubahan?
  • Bagaimana mengelola perubahan?
  • Bagaimana menyelesaikan penolakan atas perubahan?

BAB II
PEMBAHASAN


Pentingnya Perubahan dalam Organisasi

Menghadapi perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat, perusahaan didorong untuk melakukan perubahan agar dapat berkembang dan bertahan dalam persaingan bisnis yang kompetitif. Dorongan untuk melakukan perubahan tersebut dapat berasal dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi. Dorongan perubahan dari dalam organisasi adalah adanya permasalahan sumber daya manusia dan permasalahan manajerial. Permasalahan sumber daya manusia berasal dari persepsi karyawan tentang bagaimana mereka diperlakukan di tempat kerja, dan adanya ketidakpuasan kerja, yang biasanya berakibat pada menurunnya produktivitas, tingginya tingkat absensi, dan perputaran pekerja. Permasalahan manajerial dalam organisasi meliputi konflik, kepemimpinan, maupun sistem pembayaran (reward system) dalam organisasi.

Dorongan dari luar organisasi untuk berubah disebabkan adanya :
  • Perubahan pasar
  • Karakteristik demografis
  • Perkembangan teknologi informasi
  • Tekanan sosial dan politik. 

Perubahan pasar dapat disebabkan karena terjadinya merger dan akuisisi, resesi, maupun meningkatnya persaingan bisnis domestik dan intemasional. Perubahan karakteristik demografis umur, pendidikan, tingkat ketrampilan, gender , dan imigrasi yang pada akhirnya menyebabkan tenaga kerja yang ada semakin beragam, menyebabkan perusahaan harus mengelola keragaman tersebut secara lebih efektif.

Perkembangan teknologi informasi yang terjadi sekarang memang menjadi dorongan kuat bagi organisasi untuk berubah. Apabila perusahaan tidak mengikuti perkembangan teknologi informasi, maka perusahaan akan semakin tertinggal dengan perusahaan lain. Sedangkan tekanan sosial dan politik yang terjadi membuat perusahaan harus berfikir secara lebih global untuk mencari peiuang baru guna mencapai kesuksesan. Dorongan-dorongan untuk melakukan perubahan tersebut menyadarkan perusahaan untuk melakukan perubahan. Banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan pada akhirnya tutup dikarenakan tidak mau berubah.

Peran Pemimpin dalam Perubahan

Peran pemimpin sangat diperlukan dalam suatu organisasi atau perusahaan, khususnya perannya dalam membantu perusahaan dalam proses perubahan. Banyak definisi mengenai kepemimpin, (Rauch & Behling, 1984) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas dari suatu kelompok yang sudah terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan. House, dkk dalam Yukl (2002) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan dari seorang individu untuk mempengaruhi, memotivasi dan membuat orang untuk memberikan kontribusinya guna mencapai keefektifan dan kesuksesan organisasi. Sedangkan menurut Schein (1992), kepemimpinan adalah kemampuan untuk keluar dari budaya lama untuk memulai proses perubahan yang lebih adaptif. Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk merubah budaya lama ke budaya baru guna mencapai keefektifan dan kesuksesan organisasi.

Definisi tersebut menyiratkan pentingnya sebuah budaya organisasi baru untuk membuat sebuah perubahan menjadi sukses (Bass dalam Metclfq 2005). Lebih lanjut, Bass menyatakan bahwa budaya organisasi dan kepemimpinan saling berhubungan untuk mengatasi situasi sulit yang dihadapi perusahaan dengan menjadikan pemimpin sebagai panutan (role model), dan mengispirasi karyawan yang lain untuk berpartisipasi dalam perubahan

Dengan kata lain, organisasi mempengaruhi kepemimpinan seperti halnya kepemimpinan mempengaruhi budaya (Metcalfe, 2000). Bass & Avolio (1990) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan yang lebih tepat untuk memimpin perusahaan dalam proses perubahan adalah gaya kepemimpinan transformasi (trarsformational leadership style), jika dibandingan dengan kepemimpinan transaksional (transactional leadership). Banyak penulis yang menyamakan kepemimpinan transformational dengan kepemimpinan karisimatik, akan tetapi ada beberapa hal yang membedakan keduanya. Greenberg (2003) menyatakan bahwa transformasi berada di atas kharismatik (beyond charisma), karena pemimpin yang transformasional pasti berkarisma, sedangkan pemimpin yang berkarisma belum tentu transformasional.

Yukl (2002) menyatakan bahwa pemimpin yang karismatik dan transformasional berbeda karena pemimpin yang transfortransformasional akan melakukan banyak hal untuk memberdayakan pengikutnya dan mengurangi ketergantungan karyawan kepada pemimpinnya dengan jalan mendelegasikan wewenangnya kepada karyawan, mengembangkan keahlian dan meningkatkan kepercayaan diri karyawan, menciptakan tim-tim, memperbaiki komunikasi, mengurangi pengawasan-pengawasan yang tidak diperlukan serta membangun budaya yang kuat untuk mendukung pemberdayaan.

Sedangkan pemimpin yang karismatik melakukan banyak hal untuk meningkatkan citra (image) yang luar biasa misalnya kesan manajemen, pembatasan informasi, perilaku yang tidak umum, dan pengambilan resiko personal. Kepemimpinan yang transformasional terdiri dari tiga tipe perilaku (Bass, 1985), yaitu:
  • Idealize influence adalah perilaku yang meningkatkan emosi pengikut dan identifikasi dengan pemimpin
  • Individualized consideration adalah pemberian dukungan, dorongan, dan bimbingan kepada pengikut
  • Intellectual stimulation adalah perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut terhadap permasalahan-permasalahan, dan mempengaruhi pengikut untuk melihat permasalahan dengan perspektif yang baru. 
Bass kemudian menambah satu lagi tipe perilaku dari kepemimpinan transformasional (Bass & Avolio, 1990), yaitu inspirational motivational yang merupakan perilaku untuk mengkomunikasikan visi yang akan datang menggunakan symbol untuk menfokuskan diri pada usaha bawahan, dan memberikan contoh-contoh perilaku yang tepat kepada pengikut.

Mengelola Perubahan

Mengelola perubahan merupakan hal yang harus dilakukan oleh pemimpin agar perubahan yang telah direncanakan dapat berhasil sehingga mampu meningkatkan produktivitas perusahaan. Salah satu permasalahan yang sering muncul pada proses perubahan adalah adanya penolakan terhadap perubahan (resistant to change). disinilah peran pemimpin diperlukan untuk meyakinkan dan memotivasi para karyawan untuk melakukan perubahan.

Cummings & Worley (2005), mengemukakan bahwa pengelolaan perubahan terfokus pada pengidentifikasian sumber-sumber penolakan terhadap perubahan dan mencari cara bagaimana penolakan-penolakan tadi dapat diselesaikan. Penolakan terhadap perubahan merupakan fenomena yang timbul dalam proses perubahan. Connor dalam Yukl (2002) menjelaskan beberapa hal yang menyebabkan penolakan, yaitu:
  1. Ketidakpercayaan kepada orang yang mengusulkan perubahan. Hal ini akan menyebabkan efek yang besar terhadap sumber penolakan yang lain. 
  2. Kepercayaan bahwa perubahan tidak diperlukan. Apabila orang-orang dalam organisasi merasakan bahwa cara/metode yang selama ini mereka gunakan sudah baik, maka adanya rencana perubahan akan membuat mereka menolak. 
  3. Kepercayaan bahwa perubahan tidak dapat dilakukan. Proses perubahan yang akan dilakukan membutuhkan usaha yang besar, sehingga perubahan yang radikal dapat menyebabkan orang meragukan keberhasilan perubahan. 
  4. Ancaman ekonomi. Perubahan yang akan dilakukan membuat karyawan merasa terancam dari segi ekonomi, misalnya perubahan dapat menyebabkan kehilangan pendapatan karena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau penggantian manusia dengan teknologi informasi, sehingga mereka kehilangan pekerjaan. 
  5. Perubahan biasanya berbiaya tinggi. Walaupun perubahan biasanya membawa keuntungan besar bagi perusahaan, tetapi besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan membuat perusahaan berfikir lebih mendalam sebelum menentukan untuk melakukan perubahan. Dalam hal ini, perusahaan harus membandingkan biaya dan keuntungan yang mungkin diperoleh (cost and benefit analysis). 
  6. Ketakutan akan kegagalan individu. Apabila orang-orang dalam organisasi sudah terbiasa menggunakan cara/metode lama maka rencana perubahan membuat mereka ketakutan, jika mereka tidak bisa menggunakan cara/metode baru.
  7. Kehilangan status dan kekuasaan. Perubahan-perubahan besar dalam organisasi dapat menyebabkan beberapa orang merasa terancam akan kehilangan kekuasaan dan status akibat adanya perubahan.
  8. Ancaman terhadap nilai-nilai dan cita-cita organisasi. Adanya perubahan menyebabkan ketakutan-ketakutan akan hilangnya nilai-nilai organisasi yang selama ini telah dianut oleh organisasi. 
  9. Penolakan akan pengaruh (Resentment of interference). Ada beberapa orang yang menolak untuk berubah karena mereka tidak mau dikontrol oleh orang lain. 
Untuk mengelola perubahan dalam organisasi, Cummings & Worley (2005) mengemukakan lima elemen kunci untuk memimpin perubahan. Kelima aktivitas yang merupakan aktivitas yang memberikan kontribusi untuk mengelola perubahan secara efektif, dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :



1. Memotivasi Perubahan

Perubahan merupakan proses untuk menuju sesuatu yang baru, oleh karena itu diperlukan komitmen yang tinggi dari anggota organisasi. Dorongan komitmen ini memberikan dua tugas, yaitu:

a. Menciptakan kesiapan untuk melakukan

perubahan Salah satu tantangan penting dalam menyiapkan perubahan adalah kesediaan anggota organisasi untuk melakukan perubahan. Hal ini tidak akan terwujud apabila anggota organisasi masih belum menyadari kebutuhan untuk berubah. Oleh karena itu untuk membuat anggota organisasi berubah, tentu saja peran pemimpin untuk meyakinkan dan menjelaskan pentingnya perubahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan benchmark.

b. Menyelesaikan penolakan terhadap perubahan

Apabila perubahan telah dilaksanakan, masalah yang kemungkinan muncul adalah penolakan terhadap perubahan. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan perubahan, yaitu (Robbins, 2003):

1. Komunikasi

Penolakan dapat dikurangi dengan melakukan komunikasi yang lebih baik kepada karyawan. Dengan komunikasi yang lebih baik, karyawan akan meilihat rencana perubahan sebagai suatu realita yang harus dilakukan. Disamping itu, satu penyebab penolakan dimungkinkan karena salah komunikasi dan informasi atau komunikasi yang buruk dalam organisasi. Komunikasi yang leblh baik dapat dilakukan pembicaraan langsung (face to face)

2. Partisipasi

Proses perubahan yang baik hendaknya melibatkan karyawan, mulai dari proses persiapan hingga pengimplementasian perubahan, sehingga nantinya karyawan akan merasa berkepentingan untuk melakukan perubahan. Hal ini dapat mengurangi penolakan terhadap perubahan, karena dengan keterlibatan tersebut, karyawan merasa menjadi bagian perubahan, dan bukan obyek perubahan.

3. Kemudahan dan Dukungan

Penolakan terhadap perubahan salah satunya disebabkan dari ketakutan karyawan akan munculnya cara/metode baru yang belum mereka ketahui. Hal ini menuntut pihak managemen untuk memberikan kemudahan dan dukungan kepada karyawannya, diantaranya dengan memberikan penyuluhan, terapi, maupun pelatihan-pelatihan. Program-program pelatihan sangat diperlukan untuk mempersiapkan anggota organisasi memasuki proses perubahan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia perusahaan.

4. Perundingan

Apabila perubahan yang dilakukan mendapatkan penolakan dari suatu kelompok, maka perusahaan dapat melakukan perundingan atau negosiasi untuk mendapatkan solusi yang saling menguntungkan bagi seluruh pihak dalam organisasi.

5. Manipulasi dan Kooptasi

Salah satu bentuk menyelesaikan penolakan terhadap perubahan adalah dengan manipulasi dan kooptasi. Manipulasi mengacu pada upaya pengaruh yang tersembunyi, yang berupa penghasutan dan pemutarbalikkan fakta untuk membuat fakta lebih menarik, sedangkan kooptasi merupakan bentuk seperti penyuapan, misalnya pemberian posisi penting dalam perubahan kepada pimpinan kelompok yang menolak perubahan.

6. Pemaksaan

Cara yang paling ekstrim untuk melakukan menyelesaikan perubahan terhadap perubahan adalah dengan pemaksaan, berupa pemberian ancaman kepada para penolak. Ancaman tersebut dapat berupa ancaman pemindahaan, hilangnya promosi, evaluasi kinerja yang negatif, dan surat rekomendasi yang buruk.

Pemaksaan ini merupakan cara terakhir yang dapat dipilih oleh manajemen, karena cara ini dimungkinkan dapat menyulut permasalahan lain yang lebih besar. Walaupun demikian, cara ini tetap dapat menjadi alternatif apabila memang budaya organisasi yang berkembang dalam perusahaan tersebut memang memungkinkan untuk dilakukan.

2. Menciptakan Visi

Perusahaan yang sedang melakukan perubahan harus melakukan analisis tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan (Ancok, 2003). Hasi; analisis tersebut akan menentukan visi baru perusahan yang ingin dicapai dengan perubahan.

Nanus (1992) mengemukakan bahwa visi yang jelas dan tepat dengan kebutuhan perusahaan bermanfaat untuk:

a. Menumbuhkan komitmen karyawan terhadap pekerjaan dan memupuk semangat kerja karyawan
b. Menumbuhkan kebermaknaan dalam kehidupan kerja karyawan
c. Menumbuhkan standar kerja yang prima (standart of excellence)
d. Menjebatani keadaan perusahaan masa sekarang dan masa depan

3. Mengembangkan Dukungan Politis

Mengelola dinamika politis menyangkut penilaian terhadap kekuatan agen perubahan, mengidentifikasi pihak-pihak yang paling berkepentingan (key stakeholders) dalam perusahaan, dan mempengaruhi stake holder. Agen perubahan dapat berupa pimpinan perusahaan maupun konsultan yang dikontrak untuk melakukan perubahan.

Dengan memperkuat posisi agen perubahan dan mendapatkan dukungan dari stakeholder perusahaan, maka perusahaan akan semakin mudah untuk melakukan perubahan, karena dukungan seluruh stakeholder perusahaan sangat mempengaruhi kelangsungan dan kesuksesan perubahan dalam perusahaan.

4. Mengelola Transisi

Proses perubahan melewati masa transisi dari situasi saat ini menuju situasi diharapkan dapat dicapai di masa yang akan datang. Masa transisi tersebut membutuhkan struktur manajemen dan aktivitas khusus (Cummjing & Worley, 2003). Masa transisi memerlukan aktifitas:

a. Perencanaan aktifitas
b. Perencanaan komitmen, dan
c. Perubahan struktur manajemen

Ketiga aktifitas tersebut dimulai dari perenacanaan aktifitas yang akan dilakukan oleh perusahaan. Perencanaan tersebut dijelaskan sampai hal yang paling spesifik, sehingga anggota organisasi mempunyai arah yang jelas mengenai tujuan dan prioritas pekerjaan yang harus dilakukan. Setelah perencanaan dilakukan, dibutuhkan pembangunan komitmen yang kuat dari seluruh anggota organisasi untuk melakukan perubahan, sehingga perubahan dapat dilakukan dengan sukses.

Kegiatan selanjutnya adalah perubahan struktur manajemen. Masa transisi membutuhkan arahan yang jelas, sehingga perubahan yang dihasilkan bisa sesuai dengan yang diharapkan perusahaan. Untuk itu, struktur manajemen perusahaan perlu mengakomodir orang-orang yang dapat memobilisasi sumber daya oraganisasi untuk berubah. Selain itu, diperlukan juga optimalisasiperan pemimpin dan konsultan perubahan untuk mengarahkan perubahan.

5. Melanjutkan Momentum Perubahan

Setelah perubahan dilakukan oleh organisasi, perusahaan harus senantiasa meningkatkan semangat untuk berubah, sehingga tidak kehilangan momentum untuk terus melakukan perubahan, hal-hal yang dapat dilakukan untuk dapat terus berubah adalah dengan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan perubahan dan membangun sistem pendukung untuk agen perubahan.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Perubahan yang dilakukan oleh perusahaan membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan tersebut hendaknya dilakukan di segala bidang organisasi agar perubahan yang dilakukan dapat meningkatkan performence perusahaan.

3.2. Daftar Pustaka
  • blog.ub.ac.id/abidatul/files/2013/04/pendahuluan-1.pdf
  • blog.ub.ac.id/tioandiko/files/2013/01/MEMIMPIN-PERUBAHAN.pptx‎
  • staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/...%20SE..../Jurnal.PDF‎

sumber: Tugas pribadi matkul leadership FE UNSIKA KARAWANG


Category Article

3 Responses to “Berbagi Tips, Informasi, dan Pendidikan”

Komentarlah jangan baca doank...